PIAGAM MADINAH DAN
PENGARUHNYA TERHADAP
MASYARAKAT MADINAH
Sebagaimana
sudah diketahui, Islam tidak dapat dipisahkan dari politik. Batas antara ajaran
Islam dengan persoalan politik sangat tipis. Sebab ajaran Islam mengatur
berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk persoalan politik dan masalah
ketatanegaraan. Peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib merupakan permulaan berdirinya
pranata sosial politik dalam sejarah perkembangan Islam. Kedudukan Nabi di
Yatsrib bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga kepala negara dan
pemimpin pemerintahan. Kota Yatsrib dihuni oleh masyarakat yang multi etnis
dengan keyakinan agama yang beragam. Peta sosiologis masyarakat Madinah itu
secara garis besarnya terdiri atas :
- Orang-orang muhajirin, kaum muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah.
- Kaum Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.
- Orang-orang Yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku seperti : Bani Qainuna, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
- Pemeluk “tradisi nenek moyang”, yaitu penganut paganisme atau penyembah berhala.
Pluralitas masyarakat Madinah
tersebut tidak luput dari pengamatan Nabi. Beliau menyadari, tanpa adanya acuan
bersama yang mengatur pola hidup masyarakat yang majemuk itu, konflik-konflik
di antara berbagai golongan itu akan menjadi konflik terbuka dan pada suatu
saat akan mengancam persatuan dan kesatuan kota Madinah. Hijrah Nabi ke Yatsrib
disebabkan adanya permintaan para sesepuh Yatsrib dengan tujuan supaya Nabi
dapat menyatukan masyarakat yang berselisih dan menjadi pemimpin yang diterima
oleh semua golongan. Piagam ini disusun pada saat Beliau menjadi pemimpin
pemerintahan di kota
Madinah.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimanakah Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah?
B.
Apa Kandungan
Isi Piagam Madinah?
- Bagaimana Pengaruh Piagam Madinah Terhadap Masyarakat Madinah
III. PEMBAHASAN
A. Sejarah Terbentuknya Piagam
Madinah
Piagam Madinah disepakati tidak lama
sesudah umat muslim pindah ke Madinah yang waktu itu masih tinggi rasa
kesukuannya. Oleh karena itu ada baiknya kita mengetahui motif apa yang menjadi
latar belakang hijrahnya umat Muslim dari Mekkah ke Madinah yang waktu itu
masih bernama Yatsrib, awalnya adalah Madinatul
Munawarah (kota yang bercahaya) kemudian kota ini cukup disebut Madinah saja.[1]
Hal ini penting untuk kita mengetahui mengapa agama Islam yang lahir di Mekah
itu justru malah kemudian dapat berkembang subur di Madinah. Dan kemudian
mendapat kedudukan yang kuat setelah adanya persetujuan Piagam Madinah.
Kota Madinah mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan Nabi. Bukan saja karena Makkah dan Madinah sama-sama berada
di propinsi Hijaz, tetapi juga beberapa faktor lain yang ikut menentukan, yaitu
:
a)
Abdul
Muthalib, kakek Nabi lahir dan dibesarkan di Madinah ini sebelum akhirnya
menetap di Makkah. Apalagi hubungan kakek dan cucu ini sangat erat dan penuh
kasih sayang. Maka hubungan kakek nabi yang erat dengan Madinah juga membawa
bekasnya pada diri Nabi.
b)
Ayah
Rasulullah, Abdullah Ibn Abdul Muthalib wafat dan dimakamkan di Madinah. Nabi
pernah ziarah ke sana
bersama Ibundanya. Ibunda Nabi wafat dalam perjalanan pulang dari ziarah
tersebut. Dengan demikian Madinah bukan tempat yang asing bagi Nabi.
Setidak-tidaknya Nabi pernah berhubungan dengan kota
atau penduduk kota
tersebut.
c)
Penduduk
Madinah dari suku Arab bani Nadjar punya hubungan kekerabatan dengan Nabi.
Kedatangan Nabi di Madinah disambut layaknya kerabat yang datang dari jauh,
bukan orang asing.
d)
Sebagian
besar penduduk kota Yatsrib punya mata
pencaharian sebagai petani, di samping itu iklim di sana
lebih menyenangkan dari pada kota
Makkah. Untuk itu dapat dimaklumi bila penduduknya lebih ramah dibandingkan
penduduk kota
Makkah.
e)
Selain
berbagai faktor di atas, juga khabar akan datangnya Rasul akhir jaman sudah di
dengar orang-orang Yatsrib dari orang-orang Yahudi di Yatsrib. Mereka
mengharap-harap dan menunggu-nunggu untuk mendapat kehormatan membantu agama
ini.
Madinah adalah sebuah kota
kurang lebih berjarak 400 kilometer di sebelah utara kota Makkah. Penduduk kota Yatsrib terdiri dari beberapa suku Arab
dan Yahudi. Suku Yahudi terdiri Bani Nadzir, Bani Qainuna, dan Bani Quraidzah
yang mempunyai kitab suci sendiri, lebih terpelajar dibandingkan penduduk
Yatsrib yang lain. Sedangkan suku Arabnya terdiri dari suku Aus, dan Khazraj,
di mana kedua suku itu selalu bertempur dengan sengitnya dan sukar untuk
didamaikan.
Nabi Muhammad datang dengan membawa
perubahan. Beliau mengajarkan penghapusan kelas antara orang kaya dengan orang
miskin, golongan buruh dengan golongan juragan. Yang ada hanyalah hubungan
persaudaraan, saling mengasihi dan menyantuni pada yang membutuhkan. Beliau
telah dapat menciptakan jalinan yang suci dan murni dan telah berhasil mengikat
suku Aus dan Khazraj dalam suatu hubungan cinta kasih dan persaudaraan.[2]
Sebagai seorang pemimpin, maka beliau
merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan pengikutnya. Beliau tidak
saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi juga sebagai seorang pemimpin
tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan dari luar mengganggu
kehidupan masyarakat muslim. Pada tahap ini beliau menghadapi tiga kesulitan
utama :
a)
Bahaya
dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah Arab.
b)
Kaum
Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota
dan memiliki kekayaan dan sumberdaya yang amat besar.
Dan karena perbedaan lingkungan
hidup, maka kaum muslimin Anshar dan Muhajirin mempunyai latar belakang kultur
dan pemikiran yang sangat berbeda. Hal ini masih di tambah lagi dengan
permusuhan sengit yang telah terjadi selama 120 tahun lebih antara dua suku
Anshar, yaitu Bani Aus dan Bani Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi mengambil jalan
tengah untuk mempersatukan mereka dalam kehidupan religius dan politik secara
damai.
Tetapi akhirnya Nabi dapat mengatasi
masalah tersebut secara damai dengan cara yang amat bijaksana. Mengenai masalah
yang pertama dan kedua, beliau berhasil mengikat penduduk Madinah dalam suatu
perjanjian yang saling menguntungkan. Sedangkan untuk mengatasi masalah yang
ketiga beliau berhasil memecahkannya dengan jalan keluar yang amat bijak dan
sangat jenius.[3]
Untuk mengatasi adanya perbedaan di
antara kaum muslimin, maka Nabi mempersaudarakan di antara mereka layaknya
saudara kandungan yang saling pusaka mempusakai. Jika salah satu dari kedua
bersaudara yang baru dipersatukan tersebut wafat, maka saudara angkatnya berhak
atas seperenam harta warisannya. Perlu diketahui hukum waris sebagaimana kita
kenal sekarang belum berlaku saat itu.
Agar
stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad ikatan perjanjian dengan yahudi dan orang-orang
arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin
kebebasan beragama orang-orang yahudi sebagai suatu komunitas yang di
keluarkan. Setaap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang
politik dan keagamaan. Kemerdekaan
beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban
mempertahankan negeri dari serangan luar. Dan perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah
menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tata tertib umum,
otoritas mutlak diberikan kepada beliau. Dalam bidang sosial, dia juga
meletakkan dasar persamaan antar sesama manusia. Perjanjian ini, dalam
pandangan ketatanegaraan sekarang sering disebut dengan Konstitusi Madinah.[4]
Mengenai kapan penyusunan naskah Piagam
Madinah tertulis itu dilakukan oleh nabi pasti, mengenai waktu dan tanggalnya.
Apakah waktu pertama hijriyah atau sebelum waktu perang Badar atau sesudahnya.
Menurut Watt, para sejarah umumnya berpendapat bahwa piagam itu dibuat pada
permulaan periode Madinah tahun pertama Hijrah. Well Husen menetapkannya
sebelum perang Badar, sedangkan Hurbert Grimne berpendapat bahwa piagam itu
dibuat setelah perang Badar. Dan masih banyak lagi orang yang berpendapat
tentang kapan penyusunan Piagam Madinah.[5]
B. Kandungan Isi Piagam Madinah
Menurut
sebagian ahli sejarah, Piagam Madinah (Al Ahd Bi Al Madinah) adalah konstitusi
pertama di dunia. Rasulullah menetapkan perjanjian diatas kaum Muhajirin dan
kaum Anshar dengan kaum Yahudi. Perjanjian itu antara lain berisi tentang
perdamaian dengan kaum Yahudi, sumpah setia mereka, serta mengakui agama dan
harta-harta mereka.[6]
Menurut Akrom
Dhinayun isi Piagam Madinah secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1.
Perjanjian
Nabi Muhammad dengan kaum Yahudi.
2.
Perjanjian
Nabi Muhammad dengan kaum Muhajirin dan Anshar.
Sedangkan perjanjian
menyangkut internal umat Islam adalah :
1.
Umat islam
adalah komunitas (umat) yang terikat berdasarkan agama, bukan berdasarkan
darah.
2.
Pengakuan
ikatan khusus antara sesama anggota keluarga, hak dan kewajiban,antara
bapak,ibu dan anak.
3.
Persaudaraan
karena lingkungan atau tetangga.
4.
Pengakuan
persaudaraan satu kota sehingga zakat tidak
disalurkan ke kota lain sebelum di kota tersebut dipenuhi.[7]
Dari
piagam 47 butir Piagam Madinah menurut Schacht jelas terlihat beberapa asas
yang dianut:
a.
Asas
kebersamaan bersama
Negara mengakui dan
melindungi setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
b.
Asas
persamaan.
Semua orang
mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu
dan tidak boleh seorangpun diperlakukan secara buruk. Bahkan orang yang lemah
harus dilindungi dan dibantu.
c.
Asas
kebersamaan
Semua anggota
masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.
d.
Asas
keadilan
Setiap warga negara
mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum. Hukum harus ditegakkan. Siapa
pun yang melanggar harus terkena hukuman.
e.
Asas
perdamaian yang berkeadilan
- Pengaruh Piagam
Madinah Terhadap Masyarakat Madinah
Adapun Piagam Madinah itu mempunyai
arti tersendiri bagi semua penduduk Madinah dari masing-masing golongan yang
berbeda. Bagi Nabi Muhammad, maka Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai
kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara penduduk Madinah maka
keputusannya harus dikembalikan kepada keputusan Allah dan kebijaksanaan
Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada Nabi untuk menengahi dan memutuskan
segala perbedaan pendapat dan permusuhan yang timbul di antara mereka.
Hal
ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk Madinah, khususnya golongan
Arab, sehingga kedatangan Nabi dapat mereka terima. Harapan ini tercermin di
dalam Baitul Aqabah I dan II yang mengakui Muhammad sebagai pemimpin mereka dan
mengharapkan peranannya di dalam mempersatukan Madinah.
Sedangkan
bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam Madinah semakin memantapkan
kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah di dalam suatu kesatuan politik
membuat keamanan mereka lebih terjamin dari gangguan kaum Kafir Quraisy.
Suasana yang lebih aman membuat mereka lebih berkonsentrasi untuk mendakwahkan
Islam. Terbukti Islam berkembang subur di Madinah ini.
Bagi
penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan piagam Madinah,
Kebebasan beragama juga telah mendapatkan jaminan bagi semua golongan. Yang
lebih ditekankan adalah kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua
golongan dalam kehidupan sosial politik di dalam mewujudkan pertahanan dan
perdamaian.
Piagam
Madinah ternyata mampu mengubah eksistensi orang-orang mukmin dan yang lainnya
dari sekedar kumpulan manusia menjadi masyarakat politik, yaitu suatu
masyarakat yang memiliki kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah
sebagai tempat mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar
kesadaran sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan penguasaan masyarakat
lain dan mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri.
Muhammad
Jad Maula Bey, dalam bukunya “Muhammad al-Matsalul Kamil” menyimpulkan,
bahwa di dalam waktu yang relatif pendek tersebut Nabi telah sukses menciptakan
tiga pekerjaan besar, yaitu:
a. Membentuk suatu umat yang menjadi umat yang
terbaik
a.
Mendirikan
suatu “negara” yang bernama Negara Islam.
IV. Kesimpulan
Dengan
adanya Piagam Madinah, maka tercipta suasana baru yang menghilangkan atau
memperkecil pertentangan antara suku. Di samping itu, Piagam tersebut juga
telah merubah masyarakat yang semula hanya sekelompok manusia menjadi
masyarakat politik yaitu masyarakat yang berdaulat dan mempunyai otoritas
politik di wilayah Madinah.
Rasulullah
telah berhasil menyatukan kemajemukan yang ada dengan mengadakan perjanjian di
antara kaumnya. Menurut hemat penulis, Piagam Madinah lebih condong kepada
Darul Islam karena Darul Islam merupakan yang diatur oleh Nabi berdasarkan apa
yang tercantum dalam Piagam Madinah.
V. Penutup
Piagam
Madinah merupakan suatu contoh nyata bagaimana Nabi Muhammad dengan ikhtiar dan
kecerdasannya mampu membumikan ajaran al-Qur'an, sebagaimana fungsi al-Qur'an
adalah sebagai petunjuk yang tidak akan pernah membisu bila dimintai
pertimbangan oleh siapa saja untuk mencari jalan keluar dari setiap kesulitan
yang senantiasa menghadang dunia dan kemanusiaan sepanjang sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,
Zainal Abidin, Sejarah Islam dan Umatnya
Sampai Sekarang, Jakarta
: Bulan Bintang, 1977.
Azfalur,
Rahman,Nabi Muhammad Sebagai Pemimpin
Militer, Bandung
: Amzah, 2002
J.Suyuti,
Prinsip-Prinsip Pemerintah Dalam Piagam
Madinah Ditinjau Dari Pandangan Al-Qur’an, jakarta : Grafindo Persada, 1995
Mubarok,
Jaih,Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani
Qurays, 2004
Nourozzaman,Jeram-Jeram Peradaban Muslim, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1999.
Syukur
, Fatah NC ,
sejarah peradaban islam, Semarang :
Pustaka Rizki Putra, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar