Senin, 16 April 2012

PIAGAM MADINAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP MASYARAKAT MADINAH


PIAGAM MADINAH DAN
PENGARUHNYA TERHADAP MASYARAKAT MADINAH

I.    PENDAHULUAN
      Sebagaimana sudah diketahui, Islam tidak dapat dipisahkan dari politik. Batas antara ajaran Islam dengan persoalan politik sangat tipis. Sebab ajaran Islam mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk persoalan politik dan masalah ketatanegaraan. Peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib merupakan permulaan berdirinya pranata sosial politik dalam sejarah perkembangan Islam. Kedudukan Nabi di Yatsrib bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga kepala negara dan pemimpin pemerintahan. Kota Yatsrib dihuni oleh masyarakat yang multi etnis dengan keyakinan agama yang beragam. Peta sosiologis masyarakat Madinah itu secara garis besarnya terdiri atas :
  1. Orang-orang muhajirin, kaum muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah.
  2. Kaum Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.
  3. Orang-orang Yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku seperti : Bani Qainuna, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
  4. Pemeluk “tradisi nenek moyang”, yaitu penganut paganisme atau penyembah berhala.
Pluralitas masyarakat Madinah tersebut tidak luput dari pengamatan Nabi. Beliau menyadari, tanpa adanya acuan bersama yang mengatur pola hidup masyarakat yang majemuk itu, konflik-konflik di antara berbagai golongan itu akan menjadi konflik terbuka dan pada suatu saat akan mengancam persatuan dan kesatuan kota Madinah. Hijrah Nabi ke Yatsrib disebabkan adanya permintaan para sesepuh Yatsrib dengan tujuan supaya Nabi dapat menyatukan masyarakat yang berselisih dan menjadi pemimpin yang diterima oleh semua golongan. Piagam ini disusun pada saat Beliau menjadi pemimpin pemerintahan di kota Madinah.


II.  RUMUSAN MASALAH
­­­­­­­­ABagaimanakah Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah?
B.     Apa Kandungan Isi Piagam Madinah?
  1. Bagaimana Pengaruh Piagam Madinah Terhadap Masyarakat Madinah

III. PEMBAHASAN
A.  Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah
Piagam Madinah disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke Madinah yang waktu itu masih tinggi rasa kesukuannya. Oleh karena itu ada baiknya kita mengetahui motif apa yang menjadi latar belakang hijrahnya umat Muslim dari Mekkah ke Madinah yang waktu itu masih bernama Yatsrib, awalnya adalah Madinatul Munawarah (kota yang bercahaya) kemudian kota ini cukup disebut Madinah saja.[1] Hal ini penting untuk kita mengetahui mengapa agama Islam yang lahir di Mekah itu justru malah kemudian dapat berkembang subur di Madinah. Dan kemudian mendapat kedudukan yang kuat setelah adanya persetujuan Piagam Madinah.
Kota Madinah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Nabi. Bukan saja karena Makkah dan Madinah sama-sama berada di propinsi Hijaz, tetapi juga beberapa faktor lain yang ikut menentukan, yaitu :
a)      Abdul Muthalib, kakek Nabi lahir dan dibesarkan di Madinah ini sebelum akhirnya menetap di Makkah. Apalagi hubungan kakek dan cucu ini sangat erat dan penuh kasih sayang. Maka hubungan kakek nabi yang erat dengan Madinah juga membawa bekasnya pada diri Nabi.
b)      Ayah Rasulullah, Abdullah Ibn Abdul Muthalib wafat dan dimakamkan di Madinah. Nabi pernah ziarah ke sana bersama Ibundanya. Ibunda Nabi wafat dalam perjalanan pulang dari ziarah tersebut. Dengan demikian Madinah bukan tempat yang asing bagi Nabi. Setidak-tidaknya Nabi pernah berhubungan dengan kota atau penduduk kota tersebut.
c)      Penduduk Madinah dari suku Arab bani Nadjar punya hubungan kekerabatan dengan Nabi. Kedatangan Nabi di Madinah disambut layaknya kerabat yang datang dari jauh, bukan orang asing.
d)     Sebagian besar penduduk kota Yatsrib punya mata pencaharian sebagai petani, di samping itu iklim di sana lebih menyenangkan dari pada kota Makkah. Untuk itu dapat dimaklumi bila penduduknya lebih ramah dibandingkan penduduk kota Makkah.
e)      Selain berbagai faktor di atas, juga khabar akan datangnya Rasul akhir jaman sudah di dengar orang-orang Yatsrib dari orang-orang Yahudi di Yatsrib. Mereka mengharap-harap dan menunggu-nunggu untuk mendapat kehormatan membantu agama ini.
Madinah adalah sebuah kota kurang lebih berjarak 400 kilometer di sebelah utara kota Makkah. Penduduk kota Yatsrib terdiri dari beberapa suku Arab dan Yahudi. Suku Yahudi terdiri Bani Nadzir, Bani Qainuna, dan Bani Quraidzah yang mempunyai kitab suci sendiri, lebih terpelajar dibandingkan penduduk Yatsrib yang lain. Sedangkan suku Arabnya terdiri dari suku Aus, dan Khazraj, di mana kedua suku itu selalu bertempur dengan sengitnya dan sukar untuk didamaikan.
Nabi Muhammad datang dengan membawa perubahan. Beliau mengajarkan penghapusan kelas antara orang kaya dengan orang miskin, golongan buruh dengan golongan juragan. Yang ada hanyalah hubungan persaudaraan, saling mengasihi dan menyantuni pada yang membutuhkan. Beliau telah dapat menciptakan jalinan yang suci dan murni dan telah berhasil mengikat suku Aus dan Khazraj dalam suatu hubungan cinta kasih dan persaudaraan.[2]
­Sebagai seorang pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi juga sebagai seorang pemimpin tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan dari luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim. Pada tahap ini beliau menghadapi tiga kesulitan utama :
a)       Bahaya dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah Arab.
b)       Kaum Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan memiliki kekayaan dan sumberdaya yang amat besar.
c)       Perbedaan di antara sesama pendukungnya sendiri karena perbedaan lingkungan hidup mereka.
Dan karena perbedaan lingkungan hidup, maka kaum muslimin Anshar dan Muhajirin mempunyai latar belakang kultur dan pemikiran yang sangat berbeda. Hal ini masih di tambah lagi dengan permusuhan sengit yang telah terjadi selama 120 tahun lebih antara dua suku Anshar, yaitu Bani Aus dan Bani Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi mengambil jalan tengah untuk mempersatukan mereka dalam kehidupan religius dan politik secara damai.
Tetapi akhirnya Nabi dapat mengatasi masalah tersebut secara damai dengan cara yang amat bijaksana. Mengenai masalah yang pertama dan kedua, beliau berhasil mengikat penduduk Madinah dalam suatu perjanjian yang saling menguntungkan. Sedangkan untuk mengatasi masalah yang ketiga beliau berhasil memecahkannya dengan jalan keluar yang amat bijak dan sangat jenius.[3]
Untuk mengatasi adanya perbedaan di antara kaum muslimin, maka Nabi mempersaudarakan di antara mereka layaknya saudara kandungan yang saling pusaka mempusakai. Jika salah satu dari kedua bersaudara yang baru dipersatukan tersebut wafat, maka saudara angkatnya berhak atas seperenam harta warisannya. Perlu diketahui hukum waris sebagaimana kita kenal sekarang belum berlaku saat itu.
             Mengenai kapan penyusunan naskah Piagam Madinah tertulis itu dilakukan oleh nabi pasti, mengenai waktu dan tanggalnya. Apakah waktu pertama hijriyah atau sebelum waktu perang Badar atau sesudahnya. Menurut Watt, para sejarah umumnya berpendapat bahwa piagam itu dibuat pada permulaan periode Madinah tahun pertama Hijrah. Well Husen menetapkannya sebelum perang Badar, sedangkan Hurbert Grimne berpendapat bahwa piagam itu dibuat setelah perang Badar. Dan masih banyak lagi orang yang berpendapat tentang kapan penyusunan Piagam Madinah.[5]

      B. Kandungan Isi Piagam Madinah
Menurut sebagian ahli sejarah, Piagam Madinah (Al Ahd Bi Al Madinah) adalah konstitusi pertama di dunia. Rasulullah menetapkan perjanjian diatas kaum Muhajirin dan kaum Anshar dengan kaum Yahudi. Perjanjian itu antara lain berisi tentang perdamaian dengan kaum Yahudi, sumpah setia mereka, serta mengakui agama dan harta-harta mereka.[6]
Menurut  Akrom Dhinayun isi Piagam Madinah secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1.      Perjanjian Nabi Muhammad dengan kaum Yahudi.
2.      Perjanjian Nabi Muhammad dengan kaum Muhajirin dan Anshar.

Sedangkan perjanjian menyangkut internal umat Islam adalah :
1.      Umat islam adalah komunitas (umat) yang terikat berdasarkan agama, bukan berdasarkan darah.
2.      Pengakuan ikatan khusus antara sesama anggota keluarga, hak dan kewajiban,antara bapak,ibu dan anak.
3.      Persaudaraan karena lingkungan atau tetangga.
4.      Pengakuan persaudaraan satu kota sehingga zakat tidak disalurkan ke kota lain sebelum di kota tersebut dipenuhi.[7]
Dari piagam 47 butir Piagam Madinah menurut Schacht jelas terlihat beberapa asas yang dianut:
a.       Asas kebersamaan bersama
Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
b.      Asas persamaan.
Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorangpun diperlakukan secara buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu.
c.       Asas kebersamaan
Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.
d.      Asas keadilan
Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum. Hukum harus ditegakkan. Siapa pun yang melanggar harus terkena hukuman.
e.       Asas perdamaian yang berkeadilan
f.       Asas musyawarah[8]

  1. Pengaruh Piagam Madinah Terhadap Masyarakat Madinah
         Adapun Piagam Madinah itu mempunyai arti tersendiri bagi semua penduduk Madinah dari masing-masing golongan yang berbeda. Bagi Nabi Muhammad, maka Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara penduduk Madinah maka keputusannya harus dikembalikan kepada keputusan Allah dan kebijaksanaan Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada Nabi untuk menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan permusuhan yang timbul di antara mereka.
Hal ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk Madinah, khususnya golongan Arab, sehingga kedatangan Nabi dapat mereka terima. Harapan ini tercermin di dalam Baitul Aqabah I dan II yang mengakui Muhammad sebagai pemimpin mereka dan mengharapkan peranannya di dalam mempersatukan Madinah.
Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam Madinah semakin memantapkan kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah di dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan mereka lebih terjamin dari gangguan kaum Kafir Quraisy. Suasana yang lebih aman membuat mereka lebih berkonsentrasi untuk mendakwahkan Islam. Terbukti Islam berkembang subur di Madinah ini.
Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan piagam Madinah, Kebebasan beragama juga telah mendapatkan jaminan bagi semua golongan. Yang lebih ditekankan adalah kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan sosial politik di dalam mewujudkan pertahanan dan perdamaian.
Piagam Madinah ternyata mampu mengubah eksistensi orang-orang mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan manusia menjadi masyarakat politik, yaitu suatu masyarakat yang memiliki kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah sebagai tempat mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar kesadaran sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan penguasaan masyarakat lain dan mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri.
Muhammad Jad Maula Bey, dalam bukunya “Muhammad al-Matsalul Kamil” menyimpulkan, bahwa di dalam waktu yang relatif pendek tersebut Nabi telah sukses menciptakan tiga pekerjaan besar, yaitu:
a.   Membentuk suatu umat yang menjadi umat yang terbaik
a.       Mendirikan suatu “negara” yang bernama Negara Islam.
b.      Mengajarkan suatu agama, yaitu agama Islam.[9]



IV. Kesimpulan
Dengan adanya Piagam Madinah, maka tercipta suasana baru yang menghilangkan atau memperkecil pertentangan antara suku. Di samping itu, Piagam tersebut juga telah merubah masyarakat yang semula hanya sekelompok manusia menjadi masyarakat politik yaitu masyarakat yang berdaulat dan mempunyai otoritas politik di wilayah Madinah.
Rasulullah telah berhasil menyatukan kemajemukan yang ada dengan mengadakan perjanjian di antara kaumnya. Menurut hemat penulis, Piagam Madinah lebih condong kepada Darul Islam karena Darul Islam merupakan yang diatur oleh Nabi berdasarkan apa yang tercantum dalam Piagam Madinah.

V. Penutup
Piagam Madinah merupakan suatu contoh nyata bagaimana Nabi Muhammad dengan ikhtiar dan kecerdasannya mampu membumikan ajaran al-Qur'an, sebagaimana fungsi al-Qur'an adalah sebagai petunjuk yang tidak akan pernah membisu bila dimintai pertimbangan oleh siapa saja untuk mencari jalan keluar dari setiap kesulitan yang senantiasa menghadang dunia dan kemanusiaan sepanjang sejarah.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Zainal Abidin, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang, Jakarta : Bulan Bintang, 1977.
Azfalur, Rahman,Nabi Muhammad Sebagai Pemimpin Militer, Bandung : Amzah, 2002
J.Suyuti, Prinsip-Prinsip Pemerintah Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari Pandangan Al-Qur’an, jakarta : Grafindo Persada, 1995
Mubarok, Jaih,Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Qurays, 2004
Nourozzaman,Jeram-Jeram Peradaban Muslim, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1999.
Syukur , Fatah NC, sejarah peradaban islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Jakarta : Grafindo Persada, 2001.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar